CERITAKU

Ada beberapa cerita yang ku buat saat ku masih duduk di seko;ah menengah dulu. Dibilang cerita pengek tapi terlalu panjang, dibilang cerita bersambung tapi terlalu pendek. Hmm...dibalik semua itu semoga anda bisa terhibur dengan cerita-cerita ini.


Bukan Karena dia, tapi Karena Dia

“ Kamu seharusnya ga’ melakukan hal bodoh kaya’ gini.Tutur seorang pria berambut cepak sambil memakaikan jaket kepada seorang wanita.
“ Terima kasih.” Balas si wanita yang belum juga berhenti dengan tangisnya.
Hari itu memang hari yang beda. Tidak biasanya Safira , cewek tomboy yang  selalu memakai celana jins dan kemeja pria setiap kali kerja, kini memakai rok mini dan atasan tanpa lengan. Perubahannya itu tidak membuat kagum banyak orang, tapi malah dianggap sebagai bahan ketawaan.
Memang didalam perusahaan itu, Safira sudah lama mengagumi seorang pria berparas tampan bernama Adit, baik, bijaksana, yang tidak lain adalah atasannya sendiri. Dia ingin tampil lebih baik dan sempurna didepan Adit. Meski hasilnya ia harus menangis karena menahan malu. Untung masih ada Indra, sahabatnya yang masih mau menasehatinya.
Lima hari berlalu, Safira masih belum siap masuk kerja lagi. Tawaan, ejekan, sindiran dari para karyawan di tempat kerjanya masih terngiang di telinganya. Tapi dari kejadian itu Safira baru sadar ada seseorang yang seharusnya jauh lebih berhak ia kagumi. Seseorang yang selalu ada dalam senang dan sedih. Seseorang yang selalu membimbing dan memberi nasehat – nasehat bijak untuknya, dan lebih mengenalnya daripada teman kerjanya yangh lain. Dan satu kalimat bijak yang paling dia ingat adalah “ Berubahlah dengan niat dari hatimu, Jangan berubah karena orang lain!”
Keesokan harinya semua orang di perusahaan dikagetkan lagi dengan perubahan Safira. Kali ini ada yang kagum, meski masih ada yang mengejek dan menyindir. Tapi kali ini Safira lebih tenang menghadapi komentar-komentar orang lain. Karena dia yakin, kalau yang dilakukannya adalah hal yang benar.
   “ Fira…, kamu terlihat lebih cantik dengan kerudung merah marun itu.” Tutur Wiwid yang tidak bisa menyimpan rasa kagumnya kapada Safira.
            Tapi pendapat orang tidaklah penting bagi Safira. Dia masih menunggu bagaimana penapat Indra tentang perubahnnya sekarang. Tapi Indra beda dengan yang lain, dia tetap bekerja seperti biasanya tanpa mengeluarkan satu katapun pada Safira. Awalnya Safira kecewa dengan sikap Indra, tapi dia berfikir kalau Undra diam berarti hal yang dia lakukan sudah benar.
            Safira mengambil keputusan itu bukan karena ingin membuat sensasi. Tapi dia ingat kalau Indra pernah mengatakan kalu Indra sangat mengagumi Nabila, kakak Safira yang lebih dulu memakai jilbab. Awalnya keluarga Safira bingung dengan perubahan Safira dari tomboy, girly, kamudian agamis. Tapi mereka sanang karena Safira berubah kearah yang leih baik.
   “ Kamu beneran mau ikut ke acara pengajian ini ?” Tanya Indra yang masih heran dengan perubahan sahabatnya itu.
   “ Ya.” Safira mengangguk pasti.
            Memang perubahan Safira begitu drastis. Bukan hanya cara berpakaiannya yang berubah, tapi banyak hal – hal baik yang sebelumnya belum pernah ia lakukan sekarang menjadi kebiasaan. Seperti ikut acara pengajian, sholat lima waktu, puasa sunnah, dan yang paling terlihat adalah dia lebih semangat bekerja.
   “ Fir, nanti malam ada acara?” Tanya Indra tiba – tiba
   “ Em…Enggak. Da apa?” jawab Safira
   “ Temenin aku yuk!” ajak Indra
   “ Kemana?” Tanya Safira penasaran
“ Nanti aja tak kasih tau, pokoknya kamu ikut ya.” Paksa Indra
         Safira begitu senang. Hal ini bukan pertama kalinya ia diajak pergi sama Indra, tapi kali ini dia benar – benar bahagia. Dia merasa ini jawaban dari perubahannya. Begitu lengkap kebahagiannya setelah dia tahu kalau Indra mengajaknya masuk ke sebuah toko jilbab.
“ Fir, kira – kira Nabila suka model kerudung yang bagaimana?” Tanya Indra
“ A-apa? K…Kak Nabila?” ucap Safira terkejut.
         Safira tidak menyangka sama sekali kalau Indra mengajaknya semata – mata untuk mencarikan kado buat kakaknya. Jadi nasehat – nasehat, segala bentuk perhatian, yang dibeikan Indra selama ini tidak lain seperti halnya sikap kakak kepada adeknya. Yang disukai Indra adalah Nabila, kakaknya bukan dirinya. Safira tidak menyangka kalau perubahannya tidak berarti apa – apa buat Indra.
         Sesampai dirumah Safira tidak berhenti menangis. Hatinya sungguh hancur. Dia mengobrak – abrik seluruh isi kamarnya termasuk baju – baju muslim dan jilbabnya. Dia hanya berfikir buat apa dia berubah selama ini . Hingga marahnya berhenti ketika dia hampir membanting kitab Al – Qur’an dan mukenah miliknya.
“ Astaghfirullahal’adzim, maafkan aku Ya Allah…” ucap Safira dengan hatinya yang masih luluh lantak.
         Beberapa hari berlalu, dia sudah bisa menerima kalau Indra cuma menganggapnya seorang adik. Dia juga sadar kalau perubahan yang dia lakukan selama ini bukan niat dari dalam hatinya, tapi karena semata-mata ingin dipuji orang lain. Padahal belum lama ia mengingat kalimat bijak yang diutarakan oleh Indra. Kini Safira benar – benar berubah. Bukan berubah karena Indra atau siapapun, tapi karena niat dari dalam lubuk hatinya, niat karena Allah semata.
“ Assalamu’alaikum…, Pak, ini ada beberapa dokumen yang harus Bapak tanda tangani.” Ucap Safira yang kini menjadi sekretaris orang yang pernah dia kagumi. Yaitu  Adit.
“ Ya taruh saja di meja.” Suruh Adit yang masih berbincang dengan rekan bisnis lewat telfon.
“ Safira..!” panggil Adit tiba – tiba
“ Ya, Pak?” balas Safira
“ Saya lebih suka kamu yang seperti ini.”
“ Terima kasih Pak.” Senyum mengembang dibibir Safira.

SELESAI
        
 
RAHASIA AYU…

“ Em…, Bapak…, permisi ya.” seketika cewek itu mencium pipi Bapak tukang bakso yang selalu lewat di depan kampusnya.
“ Maaf…,maaf banget ya Pak. Saya  terpaksa karena saya disuruh.” Si cewek langsung pergi. Tapi Bapak tukang bakso malah senyum – senyum sendiri.
Hari ini hari yang sangat berharga  buat Sofi. Selain usianya yang sudah genap dua puluh tahun, dia juga mengalami pengalaman yang seru dengan Bapak Tukang bakso. Acara cipika-cipiki itu tidak lain adalah rencana Ayu, sahabat karib Sofi sendiri. Ayu dan Sofi  sudah bersahabat kurang lebih sepuluh tahun. Waow! Sudah lama banget ya. Padahal di jaman sekarang ini, susah banget cari yang namanya sahabat. Semuanya pada penghianat. Banyak yang menyebut mereka kembar ga’ sedarah. Soalnya dari kesukaan, warna, baju, pola kehidupannya sampai cara tidurnya itu sama. Mudah-mudahan cowok yang jadi tambatan hati mereka ga’ sama. Kalau sama…?!@#
“ Sudah lah Sof, ga’ usah gelisah gitu.” Hibur Ayu.
“ Tapi dia udah janji datang ke acara ultahku. Karena kamu udah buat surprise buat aku, aku juga punya surprise buat kamu. Duh…kok belum datang-datang ya? Nah…itu dia. Ga! Sini!”
Arga, itu nama panggilan akrab cowok yang baru satu minggu jadian sama Sofi. Ganteng, tapi usianya dua tahun diatas Sofi . Ngomong-ngomong tentang surprise, Ayu memang bener-bener terkejut. Tapi kali ini, Ayu ga’ sepaham sama Sofi. Dia merasa Arga bukan cowok baik-baik. Sofi sempat merasa bimbang setelah mendengar pendapat Ayu. Tapi Sofi masih penasaran , mengapa Ayu merasa Arga bukan cowok baik – baik. Padahal Ayu baru pertama kali bertemu dengan Arga.
Setelah beberapa hari berlalu, Sofi menemukan keanehan di kamar Ayu. Sebuah botol kecil berisi obat-obatan. Dan yang paling mengejutkan adalah sebuah foto agak lusuh  yang tiak lain adalah foto Arga dan Ayu. Sebenarnya Sofi sudah mutusin untuk percaya sama Ayu dan meninggalkan Arga. Tapi setelah dia menemukan beberapa bukti kalau Ayu diam-diam suka dan ingin merebut Arga, Sofi balik membenci Ayu. Dia sangat marah karena merasa dihianatin .
“ Sof, itu semua ga’ bener. Aku ga’ mungkin merebut Arga dari kamu.”Ayu membela diri.
“ Mungkin aja Yu, karena buktinya sudah jelas di depan mataku. Aku ga’ nyangka Yu kamu tega ngelakuin ini ke aku. Kamu itu sahabat aku, Yu.”
“ Tapi Sof,  dengerin dulu pen..”mencoba memegang pundak Mila.
“ Sudah lepas! Aku menyesal sudah percaya sama kamu. Aku kecewa sama kamu, Yu. Aku menyesal sudah pernah menganggap kamu sabagai sahabatku. Aku benci sama kamu, Yu. Aku benci…” Air mata pun mengalir di pipi mereka berdua.
Sejak hari itu, Ayu ga’pernah ke kampus. Ga’ ada kabar ga’ ada berita. Ga’ nyangka, persahabatan yang dibina selama sepulu tahun, harus sirna dalam sekejap. Mungkin karena itu, Ayu ga’ pernah masuk. Tapi Sofi ga’ mau memperdulikan hal itu. Dia menganggap persahabatannya sudah mati. Hingga suatu penyesalan menghampirinya.
“ Hey, emang ada apaan sih? Kok semua kelihatan bersedih?” Tanya Sofi yang baru datang.
“ Emang kamu ga’ tau, Sof? Kamu bener-bener ga’ tau?”tanya Lisa, temen sekelasnya .
“ Beneran aku ga’ tau. Kalau tau ngapain aku nanya.” Sofi semakin penasaran.
“ Seharusnya kamu yang lebih tau, Sof.” tambah David dan menunjukkan ke arah papan pengumuman.
            Dengan perlahan Sofi menuju ke tempat papan pengumuman. Papan pengumuman itu tidak hanya digunakan untuk mengumumkan nilai hasil ujian, lapangan pekerjaan, dan beberapa beasiswa, tapi juga berita duka. Begitu terkejutnya Sofi setelah menlihat foto yang terpampang pada berita kematian adalah foto cewek cantik yang tidak asing baginya, yang tidak lain adalah foto Ayu.      
“ Enggak…., ga’ mungkin. Ayu…, kamu ga’ mungkin ninggalin aku sendiri. Kamu ga’ mungkin pergi sebelum memaafkan kesalahanku.  Ayu…”  Sofi tertunduk lemas dengan membawa foto Ayu yang dia ambil dari papan pengumuman.
“ Sofi, kamu yang sabar ya…. Aku ikut sedih kerena hubungan kalian sempat memburuk. Sebelum dia meninggal, dia nitip surat ini buat kamu.” Ucap Mia, kakak Ayu. Sofi segera membuka suratnya.  
Buat Sahabatku,
Sofi
                                                                       
Sof, meski kamu udah ga’ mau sahabatan sama aku, aku masih tetep nganggap kamu sebagai sahabat aku. Aku minta maaf karena udah buat kamu sedih. Memang aku yang salah karena ga’ cerita sebenernya ke kamu. Sof, waktu SMA aku punya seorang pacar. Aku sayangbanget sama dia. Hingga akhirnya aku mutusin dia karena aku ga’ mau dia sedih ngeliat aku akan mati karena penyakit kanker lambungku yang ganas ini. Aku sedih. Tapi aku akan lebih sedih jika dia tetep pacaran sama cewek yang mau mati. Hingga sekian lama, di usiaku yang baru genap dua puluh tahun ini aku ketemu ama dia lagi. Dia menjadi tambatan hati sahabatku sendiri. Cowok itu adalah Arga, Sof. Aku juga minta maaf, seharusnya aku membiarkan kalian berpacaran. Karena ga’ ada alasan buatku untuk melarang kalian. Waktu itu aku cuma syok karena bertemu dia lagi dalam kondisi dia berpacaran dengan sahabatku sendiri.  Soal foto itumemang benar. Tapi itu foto kami SMA dulu, Sof. Aku menyimpan satu foto itu hanya untuk mengenang dia aja, ga’ lebih . Sof, aku mohonjangan pernah marah lagi sama aku. Itu membuatku tambah sakit.
                                                                                                                                  Sahabatmu,
                                                                                                                                          Ayu
“ Ayuuu……” lengkap sudah penyesalan Sofi.
Di pemakaman,
“ Yu, maafin aku. Seharusnya aku ga’ seegois itu. seharusnya aku bisa ngerelain Arga buat kamu. Kenapa disaat ajal akan menjemputmu, kita dalam keadaan jauh,Yu? Aku sungguh menyesal, Yu. Kuharap kamu tau, begitu besar penyesalanku. Dan semoga persahabatan kita abadi selamanya. Ayuuu…” Sofi ga’ bisa menahan tangisnya lagi.
“Yu, kenapa kamu ngelakuin semua ini? Kenapa kamu ga’ pernah jujur sama aku? Aku masih manyimpan rasa cinta yang begitu besar buat kamu.  Tapi aku janji, demi menebus kesalahpahamanku ke kamu, aku akan jaga Sofi buat kamu.” Tutur hati Raga yang barada disamping Sofi.
            Setelah kehilangan Ayu, Sofi mendapat banyak sekali pelajaran yang sangat berharga dalam hidupnya. Betapa penting arti kejujuran, kepercayaan, dan kesetiaan, dalam sebuah hubungan persahabatan.
SELESAI….


 GR

“ Kok baru pulang, Za’?” cepat-cepat ibu Riza membukakan pintu.
“ Ayo masuk, cepat ganti baju.” Tambah ibu Riza. Riza dan Gio pun langsung masuk.
       Setengah jam kemudian…,
“ Em…, kayaknya enak sekali teh hangatnya.” Ucap Gio yang baru keluar dari kamar Kak Rendy.
“ Eh Gio, kaos Kak Rendy ‘nggak kegedean kan?” Ucap Riza sambil menuangkan the hangat ke cangkir-cangkir.
“ Enggak kok. Asyik ya, tiap kaos udah tertera namanya masing-masing. Apa kaosmu juga kaya’ gini?”
“ Ya ‘nggak semua sih. Cuma ada satu kaos yang tertera namaku. Itu kaos terakhir yang dibikinin Ayah sebelum ia meninggal.” Raut muka Riza berubah.
“ Oh, maafin aku Za’. Aku udah buat kamu sedih kayak gini.”
“ ‘Nggak papa. Apa kamu mau dibikinin kaos bernama juga?”
“ Boleh. Warnanya kaya’ warna kaos kamu ya.” Senyuman  mengembang diantara keduanya.
***
“ Ciye…, yang diantar-jemput.” Goda Sarah saat melihat Riza datang bareng sama Gio.
“ Apaan sih, malu-maluin tau ‘nggak.” Gemas Riza.
“ Yo’, kita juga pengen di anter-jemput.” Tambah Fani.
“ Boleh-boleh aja. Tapi, udah minta izin belum sama cowok-cowok kalian.” Canda Gio setelah meletakkan helm diatas setir motornya.
“ Za’, aku ke kelas dulu ya.” Pamit Gio
“ Iya Yo’,” mereka masuk ke kelas masing-masing.
       Jam 10.00 tanda waktu istirahat,
“ Wei temen-temen! Riza punya pekerjaan baru nih sekarang. Dia jadi sering ngunjugin kelas sebelah.” Teriak Dinda.
“ Dinda, udah berapa kali sih aku bilang. Aku itu Cuma temenan sama Gio.” Ucap Riza menahan malu.
“ Terus sekarang kamu mau kemana hayo?”
“ Ya.. iya sih aku mau ke kelas Gio, tapi Cuma balikin jaketnya doang kok.”
“ Ya.. ketahuan kan. Percuma kamu ngeles Za’.”
       Riza langsung pergi tanpa menghiraukan temen-temen di kelasnya. Dia memeang kwalahan kalau harus aduh omong sama Dinda. Tapi sebelum masuk kelas Gio…
“ Yo’, kamu ‘nggak beneran suka sama cewek itu kan?” tanya Piyu (temen sebangku Gio) dengan penasaran.
“ Piyu,Piyu. Kayak baru kenal Gio aja. Mana mungkin sih dia suka sama Riza. Paling-paling.., cuma nge-GR-in dia doang. Betul kan Yo’?” jelas Dimas yang ikut nongkrong di dalam kelas Gio.
“ Betul,Yu. Aku Cuma nge-GR-in dia doang.” Jawab Gio dengan suara tersengal-sengal dan tampak ragu-ragu.
       Tanpa disadari ternyata Riza mendengarkan semua percakapanitu. Dia langsung tertunduk lemas di luar kelas. Dia ‘nggak tau apa yang harus ia perbuat. Rasa sakit, kecewa, sedih bercampur jadi satu. Lalu dia bergegas lari ketika disadari ada salah satu dari mereka yang melangkah keluar kelas.
“ Usap air mata kamu, Za’.” Ucap Dimas yang tiba-tiba datang dan meminjamkan sapu tangannya.
“ Dimas! Makasih ya.” Riza tersentak kaget.
“ Kamu mendengar percakapan kam?”Ucap Dimas sambil duduk di samping Riza.
“ Percakapan apa?! Aku ‘nggak ngerti.” Tentu Riza bohong.
“ Jangan ngeles di depanku, Za.’”bantah Dimas yang sekarang sambil menatap wajah Riza.
“ Terus kalau aku dengaar semua percakapan itu, kamu mau apa?” ucap Riza sambil tak dapat menahan tangisnya.
“ Udahlah, Mas. Aku pengen sendiri. Oia, jaket ini berikan pada Gio.” Tanpa menoleh dia meninggalkan Dimas.
“ Za’, kamu begitu baik. Gio ‘nggak pantas mempermainkan kamu. Tapi ini semua salahku. Kalau saja tadi aku ‘nggak langsung nyerocos. Mungkin kamu ‘nggak akan denger semua itu.” Keluh Dimas dalam hati.
       Sejak saat itu, Riza tidak ingin lagi diantar-jemput sama Gio. Taoi dia tidak mau ngomong langsung ke Gio. Berbagai alasan dikeluarkan agar Gio tidak curiga. Kadang alasan sakit, kerja kelompok,dsb.
“ Yo’. Kamu ‘nggak beneran suka sama Riza kan? Kamu ‘nggak akan mempermainkandia, kan?” ucap Dimas dengan perasaan bersalah.
“ Dimas!” hampir saja Gio naik pitam mendengar pertanyaan Dimas. Tapi niat itu di urungkan karena berhakkah dia marah kalau ada seseorang yang memperhatikan Riza. Padahal dari awal dia Cuma nge-GR-in Riza aja kan.
“ Dimas, kemarin kan udah kamu jawab sendiri. Kamu tenang aja. Pada ultahku nanti aku akan jelasin semua pada Riza.” Nada suaranya menurun, meski ada rasa ‘nggak enak di hatinya.
“ Terlambat Yo’, dia udah tau semuanya.” Keluh hati Dimas.
“ Oia, Riza sakit apa sih? Kok udah seminggu ‘nggak masuk-masuk. Setiap kali aku menjemput, dia lagi periksa ke dokter.”tanya Gio dengan perasaan khawatir.
“Sa-kit?! Kamu ngaco ya? Seminggu ini Riza sehat wal afiyat mengikuti pelajaran seperti biasa.” Tersentak Dimas.
“ Benarkah?! Kok kata ibu dan temen genknya ..?!” Gio tambah kaget.
“ Apa dia ingin menghindari aku,Mas? Tapi kenapa?” suaranya memelas.
“ Aduh., kenapa pikiranku jadi kacau kayak gini. Riza hindarin aku kan bukan urusanku. Dia bukan siapa-siapaku. Tapi kenapa hatiku jadi resah kayak gini.” Rintih hati Gio.
       Karena tau dibohongi, Gio diam-diam membuntuti Riza tiap berangkat dan pulang sekolah. Dia ‘nggak mau Riza kenapa-kenapa. Dia ‘nggak peduli dengan perasaannya yang membingungkan. Dia mulai merasakan cemburu dengan kedekatan Dimas dan Riza.
“ Hari ini kayaknya hujan lagi deh.” Ucap Riza saat keluar gerbang sekolah.
 Dari jauh Gio ingin sekali memberikan jaketnya untuk melindungi tubuh Riza. Tapi Dimas lebih cepat mengajak Riza pulang. Gio ingin marah, tapi Dimas temannya sendiri. Lagian apa haknya dia marah.
“ Hari ini tanggal 5 Mei, berarti hari ini Gio ulang tahun. Happy Birthday Yo’! Sorry, aku ‘nggak bisa datang ke acara pesta kamu. ‘Nggak pantes orang yang suka GR kaya’ aku berada di acara itu. Aku Cuma bisa brdoa dan memberi kaos bernama ini untukmu lewat teman-temanku.” Tutur Riza.
       Acara pesta ultah Gio berlangsung dengan meriah. Tapi hati Gio tak semeriah pestanya. Karena orang yang ia tunggu-tunggu tidak bisa datang.
“ Hai Yo’, Met ultah ya! Kamu pasti bingung cari Riza.” Ucap Dinda.
“ Dia ‘nggak bisa dateng Yo’, karena ada pesanan sablon yang sangat banyak.” Tambah Fani.
“ Tapi kamu jangan sedih Yo’, dia titip ini kok untuk kamu.” Hibur Sarah.
       Gio ‘nggak tau pasti kenapa Riza lebih mementingkan pekerjaannya daripada dirinya. Tapi dia juga bersyukur dengan tidak hadirnya Riza, Gio jadi ‘nggak bilang tentang semuanya. Gio ‘nggak tega untuk ngomong sama Riza. Dia takut dia akan kehilangan Riza. Setelah pesta usai ‘nggak ada hal lain yang ia tunggu-tunggu kecuali membuka kado dari Riza.
“ Riza…, makasih. Kaosnya bagus banget. Tapi kado yang ku harapkan sebenarnya adalah bisa deket kamu kaya’ dulu. Aku… aku ‘nggak bisa jauh dari kamu Za’.”rintih hati Gio.
       Kini Gio yakin dengan perasaannya. Dia tidak hanya ingin nge-GR-in Riza saja. Tapidia memang benar-benar menyukai Riza. Dan dia ingin Riza mengetahui tentang perasaannya itu.
“ Kamu cari Riza, Yo’? Dia lagi di UKS. Katanya dia sakit perut. Nih aku baru mau nganterin makanan untuknya.” Jelas Fani.
“Em.., kalau gitu biar aku aja yang nganterin makanannya.” Langsung menuju ke UKS.
***
“ Aduh…, Fani lama banget sih. Fan! Itu kamu ya? Cepetan masuk!” tutur Riza. Tapi tiba-tiba matanya terbelalak lebar ketika melihat sipa yang datang.
“ Gi..Gio?!”
“ Hai Za’, ini makanannya. Aku yang meminta Fani untuk nganterin makanan ini. Biar aku bisa ketemu kamu. Aku suapin ya.”
“ ‘Nggak usah Yo’, nanti aku tambah GR lagi.”
“ Maksud kamu?” tanya Gio bingung.
“ Yo’, aku udah tau semuanya. Harusnya kamu nyadar kenapa beberapa hari ini aku hindarin kamu. Kamu berhasil membuat aku ke-GR-an. Tapi udah cukup Yo’,kamu jangan bikin aku tambah GR. Aku udah muak Yo’.”
“ Riza, maafin aku. Tapi itu semua ‘nggak berarti lagi buat aku. Dan sekarang sebenarnya … aku… aku menyuakimu Za’.”
“ Maaf Yo’, aku udah kebal dengan rayuan kamu.” Riza langsung pergi meski perutnya masih sakit.
“ Riza! Za’!” panggil Gio penuh harap.
       Gio begitu kesal dan menyesal kenapa cinta pertamanya harus berakhir seperti ini? Ini semua karena “GR”. Kalau saja Gio tidak menetapkan kata “GR” pada dirinya, mungkin dia akan mendapatkan banyak cinta. Jelas saja, kalau dihitung mungkin ada 50 cewek yang berhasil ia buat GR.
“ Za’, kalau lagi sakit, istirahat sana! Liat! Hasil sablonannya banyak yang gagal.”ucap Rendy.
“ Baik kak. Riza juga udah ngantuk.” Balas Riza dengan menguap. Tapi tiba-tiba ada tamu yang ingin bertemu dengan Riza.
“ Siapa ya malam-malam gini bertamu? Mengapa aku sangat yakin kalau yang datang adalah Gio? Apa memang beneran dia?” tanya hati Riza.
“ Eh, kamu Mas.” Wajah Riza yang riang perlahan berubah.
“ Emang ada yang lagi ditunggu Za’?” tanya Dimas tapi Riza ‘nggak memberi jawaban.
       Dimas menikmati percakapannya dengan Riza. Tapi Riza Cuma bilang ya atau tidak. Tapi kata-kata terakhir Dimas mengagekan Riza.
“ Apa?! Kamu ‘nggak lagi serius kan, Mas?” tanya Riza sambil menatap wajah Dimas.
“ Za’, aku memang orangnya suka bercandaan. Tapi aku serius dengan perasaanku ini. Tenang Za’, aku ‘nggak seperti Gio yang bisanya cuma nge-GR-in kamu aja.” Tiba-tiba fikiran Riza terlintas pada Gio. Andai saja Gio yang ngucapin itu, mungkin Riza tidak akan berfikir panjang untuk menerimanya.
“ Maaf Mas, untuk saat ini aku ‘nggak ingin mikirin soal itu dulu. Aku masih trauma dengan kejadian bersama Gio. Tapi kita masih bisa berteman baik kok.” Jawab Riza.
       Dimas bisa menerima keputusan Riza. Sebenarnya malam itu Gio datang ke rumah Riza. Tapi motor Dimas udah parkir duluan di halaman rumah Riza. Gio sengaja ‘nggak pake’ motornya, dia khaawatir Riza mengenali suara motornya. Gio hanya bisa melihat canda tawa Dimas dan Riza dari dalam mobil yang malam itu ia pinjam dari bokapnya. Sepertinya antara dia dan Riza sudah tidak ada apa-apa- lagi. Bukan lawan, kawan, ataupun pacar.
***
       Sepertinya tekad Gio sudah bulat untuk melupakan Riza, dia juga tidak lagi nge-GR-in cewek-cewek lagi. Sekarang dia lebih fokus pada pelajaran. Sebenarnya dulu Gio anak yang rajin dan Iqnya diatas rata-rata. Tapi karena pergaulan, dia jadi kaya’ gini. Masalah pasangan, biar Tuhan yang menentukan. ‘Let It Flow’.
“ Temen-temen doain aku ya, aku nerveous banget nih.”ucap Riza.
“ Aduh Za’, kayak baru ikutan lomba aja. Kami pasti doain kamu.”
       Pagi itu memang Riza sedang mengikuti lomba Fisika. Tapi ‘nggak cuma Riza aja, banyak siswa yang lain yang ikut sesuai dengan mapel yang dikuasainya. Seperti biasa habis perlombaan, semua peseta ditraktir di sebuah warung. Mereka dapat memilih menu sendiri. Kalau Riza pasti mie ayam.
“ Bu, mie ayamnya ‘nggak pake’ sawi, jangan pedas-pedas, banyakin ayamnya, dan GPL.” Cerocos Riza yang emang dari pagi belum sarapan.
“ Baik mbak.” Jawab penjual. Tapi tiba-tiba Gio merasa kenal sama suara itu, suara yang dulu sering ia dengar ketika makan di warung. Siapa lagi yang suka cerewet kalau beli mie ayam, kalau bukan…
“ Benarkah Riza disini? Mengapa dari tadi aku tidak melihatnya? Tahukah dia kalau aku disini? Ah…, kenapa aku harus mikirin dia lagi? Kenapa aku harus mengingatnya lagi?” tutur hati Gio.
“ Bu, tadi kan udah bilang jangan pedas-pedas,mie ayam ini, ah… ibi mau bunuh aku,ya? Pedes banget.” Kelluh Riza sambil keringat bercucuran diwajahnya. Gio tidak tega melihat Riza seperti itu. Dia langsung menyodorkan segelas es tanpa bicara terlebih dahulu.
“ Makasih, ya.” Jawab Riza tanpa menoleh.
“ Sama-sama cewek cantik.” Tambah Gio.
“ Pujian ‘nggak usah …” belum selesai Riza bicara,
“ dibalas dengan rayuan.” Sahut Gio. Langsung Riza menatap wajah itu. Dia kaget banget sampai-sampai tersedak.
“ Kamu ‘nggak papa kan Za’? ini minum lagi.” Ucap Gio dengan rasa khawatir.
“ Gi…Gio?!? Kamu juga ikutan lomba ini? Gimana tadi soalnya? ‘nggak sulit kan?” ucap Riza asal bicara.
“ Za’, asal kamu tau. Soal-soal itu ‘nggak ada apa-apanya dibabding aku harus jauh dari kamu.” Tutur hati Gio.
“ Eh iya-iya, soal-soalnya ya, ya…lumayan sulit sih. Aku kan baru kali ini ikutan lomba. Oia Za’, apa kabar Dimas?”
“ Dimas? Dia baik-baik aja. Kamu kan sahabatnya, harusnya kamu lebih tau.”
“ Sejak ia tau aku Cuma nge-GR-in kamu, dia ‘nggak mau ktemu aku lagi. Kaya’nya dia marah banget sama aku. Lagian dia kan pacar kamu. Kamu tentu lebih tau tentang dia.
“ Apa?!?!!! Pa…car!???” ucap Riza kaget.
“ Ya Tuhan, ternyata selama ini Gio menyangka aku dan Dimas pacaran. Padahal sampai saat ini aku masih mengharapkan dia.” Ucap hati Riza. Tanpa disadari air mata menetes dipipi Riza.
“ Riza! Kamu kok nangis? Aku salah lagi,ya? Maafin aku, ya.”
“ ‘Nggak papa kok.” Jawab Riza yang langsung pergi begitu saja.”
       Sejak saat itu Riza sering murung. ‘Nggak di rumah maupun di sekolah. Teman-temannya sempat bingung kenapa Riza jadi kayak gini. Dimas yang mengetahui hal ini menduga kalau Gio lah penyebabnya.
“ Yo’! “ sapa Dimas dengan geram.
“Eh, kamu Mas. Aku seneng banget, baru kali ini kamu mau nyapa aku lagi. Emang aada apa?” balas Gio dengan suka cita.
“ Kamu jangan GR Yo’. Aku terpaksa nyapa kamu karena…” Dimas langsung nonjok Gio.
“ kamu apa-apaan sih Mas, apa salah aku?” Gio kaget.
“ Aku udah bilang, jangan buat Riza sedih lagi.” Ucap Dimas tanpa menghentikan pukulannya. Gio sengaja tidak melawan, dia tidak mau melukai sahabatnya sendiri.
“ Dimas! Hentikan!!!” teriak Riza yang tiba-tiba datang.
“ Gio, kamu ‘nggak papa kan?” ucap Riza sambil mendekati Gio.
“ Ri…Riza.” Gio tak sadarkan diri.
“ Gio, bangun Yo’! kamu harus bisa bertahan Yo’. Gio…………………!!!!!!!!”
            Gio langsung dibawa ke RS. Riza tidak henti-hentinya menangis. Temen-temennya dan Dimas cuma bisa mendampinginya. Dimas meminta maaf pada Riza atas kecerobohannya. Riza memang sangat kecewa sama apa yang dilakukan Dimas. Kalau saja pekelahian itu tidak dihentikan, mungkin Riza tidak akan bisa melihat orang yang sangat berarti buatnya lagi. Sampai saat ini Gio masih belum juga sadar. Riza menunggu disampingnya sampai ketiduran.
“ Gio, kamu udah sadar?” ucap Riza kaget campur senang keesokan harinya.
“ Ka..kamu nungguin aku semalaman Za’?” ucap Gio pelan.
“ Enggak! Ah iya. Orang tua kamu baru bisa datang nanti jam sembilan.” Ucap Riza gugup dan baru sadar ia masih menggenggam tangan Gio.
“ Ah, maaf-maaf. Em… aku pulang dulu ya.”
“ Tunggu Za’. Kenapa kamu kemarin nangis?”
“ Nangis? ‘Nggak papa kok. Sebenarnya… aku ‘nggak pacaran sama Dimas.”
“ Apa?! Kalian udah putus? Gara-gara aku ya Za’.”
“ Tenang Yo’, kamu jangan banyak bicara dulu. Baik dulu maupun sekarang, aku ‘nggak pernah pacaran sama Dimas Aku masih menjaga cinta lain yang lebih dulu masuk di hatiku. Ah udah-udah, aku pulang dulu ya. Kamu cepet sembuh.” Riza langsung pergi.
“ Jadi, hal itukah yang membuat kamu nangis Za’? Apa.. cinta lain itu aku Za’? Atau… aku yang terlalu GR?” tutur hati Gio.
“ Pagi Yo’! aku minta maaf ya, aku udah salah paham sama kamu. Lagian kamu dengar kabar darimana sih aku jadian sama Riza? Ngaco kamu.” Ucap Dimas yang tiba-tiba masuk.
“ Tapi kamu sangat menyayanginya kan Mas?”
“ Yo’,Yo’, aku ‘nggak mungkin jadian sama orang yang ‘nggak menyukai aku. Lagian kamu denger sendirikan kalau dia masih menjaga cinta kamu?”
“ Apa bener orang itu aku? Riza masih mengharapkan aku? Apa aku masih pantas mendapatkan cinta dari dia?” ucap Gio dengan perasaan bersalah.
“ Udahlah Yo’ percaya sama aku. Kalian itu sama-sama suka, mengapa tidak disatuin aja. Ya kan temen-temen?!”
“ Yuuuuk……!!!!!!!!” tiba-tiba Fani,Sarah,dan Dinda masuk.
***
‘” Apa Dok?! Dokter bercanda kan? Gi..Gio ‘nggak mungkin krtis lagi. Kemarin dia baik-baik aja kok.” Riza begitu panik
“ Maaf Dek, saya harus menunngu hasil tesnya. Permisi.” Dokter langsung pergi.
“ Ini semua ‘nggak mungkin. Gio, kamu harus bertahan Yo’! Demi aku. Aku akan merasa sangat bersalah jika membiarkan orang yang sangat berarti buatku terbaring ‘nggak berdaya kayak gini. Ya Tuhan, kenapa bukan aku saja yang terbaring disitu? Jangan tinggalin aku Yo’,” ucap Riza sambil tak henti-hentinya menangis. Tiba-tiba Gio meraih Riza kedalam pelukannya.
“ Aku ‘nggak akan pernah ninggalin kamu Za’, aku udah ‘nggak kuat ngeliat kamu nangis kaya’ gitu. Apakah aku memang sangat berarti bagi kamu Za’? Maafin atas semua kesalahan yang sudah kuperbuat Za’?”
“ Gio! Kamu.. kamu udah sadar?! Jadi dokter tadi….”
“ Surprise!!!!!!!!!!!!!!!” teriak temen-temen Riza.
“ Kalian jahat!Tega-teganya mainin perasaan orang. Kamu juga Yo’. Kalau tau gitu ku biarin aja kritis selamanya.” Geram Riza.
“ Beneran Za’ kamu pengen aku cepet mati? Kalau itu memang keinginan kamu, baiklah…”
“ Eh ‘nggak-‘nggak Yo’, kamu ‘nggak mau kan liat aku nangis kaya’ tadi? Aku cuma bercanda kok. Aku cuma ingin hubungan kita lebih baik lagi.”
“ Maksud kamu…kita pacaran?”
“ Ih……, GR. Sapa juga yang mau pacaran sama kamu. Aku cuma nge-Gr-in kamu kok.” Canda Riza.
“ Riza…, aku makin sayang sama kamu.”ucap Gio sambil mengecup kening Riza.
          Sepertinya waktu seakan berputar kembali. Kebersamaan Gio dan Riza terulang lagi. Karena sudah tak ada lagi GR-GR-an yang menghalangi mereka.
“ Met ultah ya Za’!” ucap Gio sambil mengecup kening Riza.
“ Gi-Gio, kamu masih menyimpan kaos bernama ini? Kukira kamu udah membuangnya.”
“ Mana mungkin Za’, ini adalah kado terindah yang pernah ku terima.”
“ Aku ‘nggak nyangka kamu bisa buat Gio jadi tobat kaya’ gini, Za’.” Ucap Piyu
“ Piyu, kamu bisa aja.”
“ Aku salut sama kamu Za’. Semoga hubungan kalian langgeng ya.” Doa Piyu.
“ Makasih ya.” Jawab Gio dan Riza.
“ Aduuuh…, kalian kelamaan mesra-msraannya. Kapan nih potong kuenya?”ucap Fani
“ Fani, kalau kamu bosan nunggu, kita pacaran aja dulu.” Ajak Dimas.
“ Idih… GR. Siapa juga mau pacaran sama kamu.Huwek………….!!!!!!!!!”
“ Ha……ha……ha……!!!!!” tawa mengembang diantara semuanya.
 SELESAI...
  
                                                                                                          PLOSO, JANUARI 2006